Rabu, 10 Desember 2008
SAJAK-SAJAK AKHIR PENGHUJUNG TAHUN
; untuk orang-orang yang membuat luka
jika malam yang kau kirimkan
di tubuhku
adalah hujan yang ditumpahkan awan
malam yang manakah
dan hujan yang mana pula
yang dapat aku arungi dari jejakmu
yang gamang ditikungan
di jembatan yang kita lalui
ingin kuaspal jurang matamu
sebab, di matamu sebelah kanan
pohon-pohon kering dan udara panas
dan sebelah kiri matamu
angsa berenangan di danau yang sepi
aku tak melihat gerakmu, di sana
yang ritmis ditelan gerimis
hanya bebintang gemintang yang diam
yang kujadikan ribuan tanda
lalu kueja
sampai menanam pohon alifku, di danau itu
menyadap getahnya
di hutan-hutan tandus
tempat kita diuji waktu dan menanti sumber air
kaulah sesuatu yang tak kumaksud
lalu hadir dan beku di tubuhku.
Banten lama, 1429 H/ 2008
KITA BERJALAN LURUS
memaknai setiap tikungan
tiang listrik berkarat di tepi jalan
rumah kumuh berhimpitan
menyempit pula tubuhmu
tak terbaca oleh waktu
lalu,
masih berharapkah kita
pada jembatan layang yang bergoyang
mengaburkan cuaca pada luka
yang menempel di tubuhmu
sejak bunyi adzan dan beduk subuh ditabuh
pada seperempat perjalanan kita
bandung yang kita tuju
kta dikepung hujan
yang mendedahkan segala luka
tak ada muara
kita telah sampai
bukan hujan yang mengepungmu
tapi perasaan yang beku di dinding kalbu
Serang-Bandung, 29 Oktober 2008
DI PEREMPATAN
di perempatan
orang kehilangan tangan dan kaki
polisi membutakan matanya
jatuh di tiang lampu stopan
pengamen dan pengemis
baru saja keluar tanpa alamat
kecuali sisa keringat
tapi di perempatan kita jadi lupa diri
lupa untuk mati
selupa kita membiarkan pembunuhan
pada bunga di perempatan jalan ini
dan kita jadi penonton yang bahagia
tanpa mata
UPI Bandung, 31 Nopember 2008
DUA BULAN BERSANDAR DI PUNDAKU
di sebelah kanan sedang purnama
dan sebelah kiri gerhana
tapi, mungkinkah
hujan memberikan sinar yang lapang
atau mendung yang bergulung
bergelinjang dari pundakku
ke gigir lara
dari dua bulan di pundakku
lahirlah matahari dari tulang iga
seperti Hawa tercipta
dan aku, Adam yang dibuang karena quldi
cinta kita yang redup
tak lagi purnama
Serang, Nopember 2008
IBU, AKU AKAN MELANGKAH JAUH
: untuk saudaraku terpidana mati
I
di layar kaca
wajahnya melegenda
menanti sebilah sajak dihujamkan di dadanya
merobek aurta darah
ia berpasrah dan menengadah
meminta hujan untuk menguburkan tubuhnya
segera
II
ia mengirimkan wasiat;
Ibu hentikan tangismu
pandang aku dari jauh
sejauh langit dan bumi yang abadi
mandikan aku seperti hujan di lautan
lalu hanyutkan aku seperti air mata
yang dihapus kesunyian do’amu
ijinkan aku mengemas rindu
menemui-Nya
dan membuat cinta yang baru
III
sekali lagi, Jika sajak telah merasuk
tinggalkan aku di tanah lapang
pohon perdu, dan rumput liar,
adalah ribuan jeruji
lebih abadi dari Nusa Kambangan
dan Nirbaya tempat sajak merasuk
di tubuhku
adalah saksi aku tak pernah membenci
bahwa ajal dekat dan jauh
tapi telah kumaknai di dinding ini
dan sebentar lagi aku akan memuja-Mu
bercinta dengan segala kepedihan waktu
Ibu, berdirilah di situ
pandanglah aku yang akan melangkah jauh
Serang/Lopang Gede, 09 Nopember 2008
MENUNGGUMU DI RUMAH SAKIT
di dinding rumah sakit
sebuah lukisan anak muda
dikerumuni virus human imonudeviciency virus
terpampang di sana
disebelahnya anak gizi buruk
mata tak ada aroma, kulit tak mengahsilkan cuaca
dan perut menyimpan wajah ibu dan bapaknya
yang mengalirkan perih sungai
bermuara pada laut busuk negriku
aku menatapnya begitu lama
dan busung yang merong-rong cuaca
pada kursi yang menyimpan sunyi
atau ambulan tempat perdagangan jenazah
perasaanku diangkutnya masuk ke dalam ribuan peti mati
di rumah sakit aku menunggumu
seperti dikepung ribuan serdadu
tubuh rapuh, mata sekerdip lilin,
dan kepala ditimbun gada
di rungan rumah sakit
ada serupa nyanyian puisi
yang diam-diam menyelinap
dan hinggap di lehermu
ya, kematian yang kunanti
sudah lebih dari seribu hari
Ijro’il yang mengirimimu puisi
mengantarkan kepulanganmu
subuh tadi
Kramatwatu, 11 Nopember 2008
PADA DINGIN ALISMU
di laut kita melihat lengkung langit
mirip seperti alismu yang dingin
yang tak henti-henti dicumbu badai
Rumah Tukik/Anyer, 7 Desember 2008
DARI PERETEMUAN AIR ASIN
: Nijmah
ingin kusampaikan kabar dari laut
dari perahu kata yang kukirimkan
tak lagi sampai di beranda rumahmu
tapi dari pertemuan air asin
dan karang lautan
aku telah mengekalkan perasaan
sebab, laut yang gaduh di tubuhku
hampir sama dengan perasaanku
yang melulu diburu waktu
entah kapan kau berhenti
mengasini tubuhku yang layu
di sebuah perahu
Anyer, 07 Desember 2008
LAUT DAN KENDI YANG KERAMAT
di rumah Tukik
kita melihat kendi-kendi keramat
sisa abu pembakaran yang panas
diselingi pohon kelapa yang melambai nyeri
saung yang melepaskan gairah
meledak-ledak
seperti api yang membakar kendi
walau laut selalu saja berdekatan dengan pantai
tapi kita merasa panas dan ingin mandi karenanya.
Anyer, 7 Desember 2008
Sabtu, 06 Desember 2008
dua sajak rahmat heldy hs
IBU, AKU AKAN MELANGKAH JAUH
: untuk saudaraku terpidana mati
I
di layar kaca
wajahnya melegenda
menanti sebilah sajak dihujamkan di dadanya
merobek aurta darah
ia berpasrah dan menengadah
meminta hujan untuk menguburkan tubuhnya
segera
II
ia mengirimkan wasiat;
Ibu hentikan tangismu
pandang aku dari jauh
sejauh langit dan bumi yang abadi
mandikan aku seperti hujan di lautan
lalu hanyutkan aku seperti air mata
yang dihapus kesunyian do’amu
ijinkan aku mengemas rindu
menemui-Nya
dan membuat cinta yang baru
III
sekali lagi, Jika sajak telah merasuk
tinggalkan aku di tanah lapang
pohon perdu, dan rumput liar,
adalah ribuan jeruji
lebih abadi dari Nusa Kambangan
dan Nirbaya tempat sajak merasuk
di tubuhku
adalah saksi aku tak pernah membenci
bahwa ajal dekat dan jauh
tapi telah kumaknai di dinding ini
dan sebentar lagi aku akan memuja-Mu
bercinta dengan segala kepedihan waktu
Ibu, berdirilah di situ
pandanglah aku yang akan melangkah jauh
DIUJI WAKTU
; untuk orang-orang yang membuat luka
jika malam yang kau kirimkan
di tubuhku
adalah hujan yang ditumpahkan awan
malam yang manakah
dan hujan yang mana pula
yang dapat aku arungi dari jejakmu
yang gamang ditikungan
di jembatan yang kita lalui
ingin kuaspal jurang matamu
sebab, di matamu sebelah kanan
pohon-pohon kering dan udara panas
dan sebelah kiri matamu
angsa berenangan di danau yang sepi
aku tak melihat gerakmu, di sana
yang ritmis ditelan gerimis
hanya bebintang gemintang yang diam
yang kujadikan ribuan tanda
lalu kueja
sampai menanam pohon alifku, di danau itu
menyadap getahnya
di hutan-hutan tandus
tempat kita diuji waktu dan menanti sumber air
kaulah sesuatu yang tak kumaksud
lalu hadir dan beku di tubuhku.
Banten lama, 1429 H/ 2008